Not a Good Bye, But Goodbye

Takdir mempertemukan kita untuk berkenalan dalam sebuah kost-kostan yang posisinya sangatlah dekat dengan gerbang kampus Politeknik Caltex Riau. Ade, Ega, dia dan aku adalah 4 mahasiswa baru angkatan G11 yang ada di kostan itu. Dengan sendirinya, kita menjadi semakin dekat satu sama lain beserta anggota kostan lainnya yang jumlahnya tak seberapa. Ya, namanya hidup satu atap. Inget ga sih waktu ISO kita dibantuin kakak-kakak di kostan kita buat ngerjain tugas-tugas yang dikasih? Ada kak Cindy, kak Ina, kak Ella, kak Mirna, kak Dian dan yang lain?

Anak jurusan Sistem Informasi dari Perawang. Hanya itu yang aku tau pada awal-awal perkuliahan. Aku bukan anak kost yang sering ngumpul dengan anak kostan lainnya karena aku terlalu sibuk menenggelamkan diri pada jadwal dan tugas-tugas perkuliahan yang sangat sangat padat. Dan kurasa, ia juga sama sepertiku. Menjadi orang yang selalu ketinggalan berita seputar kostan.

Hingga suatu hari ku tahu bahwa ia rajin mengikuti kompetisi MTQ dan selalu mengaji setelah sholat maghrib. Aku dapat mendengar sayup-sayup suaranya yang menyejukan hati ketika mendengar ia mengaji. Dan yang ku tahu ia juga rajin mengikuti acara keagamaan dan terpilih sebagai ketua UKMI untuk akhwat. Dan yang ku tahu ia adalah anak yang juga berprestasi dikelas mendapatkan predikat cumlaude untuk semester pertamanya (hingga semester akhir tetap cumlaude).

Hampir setiap hari aku dan dia bertatap muka. Kadang ketemu di teras waktu bersiap-siap berangkat pagi-pagi banget ke kampus. Kadang papasan ketika ia akan berangkat sedangkan aku baru saja tiba.

3 tahun hidup dalam satu atap, tentu sangat banyak momen-momen yang terjadi. Ku teringat waktu ku sakit. Dia, Ibu kost, kak Ina, dan Qory menemaniku dikamar. Ku teringat waktu ia memberiku semangat ketika bertemu dilorong kostan, baru pulang dari mengerjakan TA hingga larut malam. Aku sering meminta bantuannya. Meminta contoh-contoh proposal acara, nitip makanan, sampai minta tolong untuk membukakan gerbang yang telah terkunci dari dalam ketika ku pulang larut malam karena ngerjain TA (dan kadang karena main juga sih). Dan ketika ia membutuhkan bantuanku, tentu dengan senang hati ku membantunya.

Parasnya yang ayu serta manis, pintar, tutur kata yang ramah dan santun, pribadi yang sholehah, rajin mengaji, dan berpakaian dengan sangat sopan. Berkali kali ku berpikir, tidak ada lelaki sholeh yang tak suka dengannya. Rasanya begitu tidak ada kekurangan pada dirinya. Aku tidak sedang berlebih-lebihan.

Dan ketika ku putar kembali ingatan dan mengingat kapan terakhir kali kita bertemu, aku teringat saat kita bertemu di lorong kostan adalah pertemuan terakhir aku dengannya. Awal bulan Juni. Aku mengikuti tes kerja di sebuah perusahaan yang dilaksanakan di PCR. Aku bertemu dengannya di kost dan kita sedikit bercerita. Bercerita tentang apa yang aku lakukan, tentang bagaimana TA nya, tentang ibu kost, dan yang lainnya. Dan ia sempat bercerita padaku tentang keinginannya untuk melanjutkan studinya ke S2.

Tanggal 1 Febuari, aku menanyakan kepada Ade tentang kabar nya. Aku menyesal. Kenapa aku tidak menanyakannya langsung kepadanya. Padahal, aku memiliki segala akses untuk menghubunginya. Nomor telepon, kontak line, dan Facebook.

Tanggal 2 Febuari, aku terbangun mendapat kabar dari teman-teman ku. Perihal ia telah meninggalkan kita. Innalillahi wa innailaihi roji’un. We surely belong to Allah and to Him we shall return.

Memang, Allah memanggil orang yang disayanginya dengan begitu cepat. Umur yang sangat muda. 22 tahun. Badan yang sehat. Siapa sangka?

Ya Allah, tempatkan Ratih di sisi-Mu, di tempat terbaik-Mu.

Ratih, I wish I could ask you how is it feels to be there…